Pengamatan Kelompok Sosial Jamu
Pada hari ini, Rabu 11 Oktober pkl.13.00, kami melakukan wawancara dengan Ibu Yunita Fitriani. Kami melakukan pengamatan secara kelompok terdiri dari 6 orang. Kami melakukan pengamatan terhadap kelompok sosial yang masih melestarikan jamu yang ada di lokasi terdekat. Berikut hasil pengamatan yang kami lakukan:
• Sejarah berdirinya kelompok sosial jamu
Yang pertama, karena mencari tambahan penghasilan saat Corona ibu Yunita memanfaatkan jamu tradisional sebagai media penambah penghasilan, karena melihat peluangnya sangat besar dan mempunyai kemampuan membuat jamu ibu Yunita memutuskan menjual jamu yang ia bikin pada tahun 2020. Jamu juga bisa untuk melancarkan menstruasi dan juga bagus untuk kesehatan.
• Jumlah anggota kelompok sosial jamu
Bu Yunita Membuat jamu sendiri/tidak berkelompok, karena jika berkelompok takarannya bisa berbeda, tetapi saat packing ibu Yunita terkadang di bantu anaknya
• Hambatan dalam melestarikan jamu
Hambatannya yaitu ada pada botolnya, karena bisa saja tidak sesuai, kadang pengirimannya terlambat soalnya online. Botolnya juga kadang ada yang tipis, ada yang tebal, jadinya mempengaruhi, kadang harganya juga tidak bisa stabil biasanya kurang dari 1k, kadang juga lebih dari 1k. Itu hambatan paling utama, kalau soal bahan tidak ada hambatan soalnya gampang dicari, dipasar juga ada, di warung terdekat juga ada.
• Cara menyelesaikan masalah
Cara menyelesaikan masalahnya yaitu dengan mencari toko yang amanah. Sebelumnya kita harus menstock botol dulu , supaya tidak ada hambatan karena hambatan utamanya ada pada botol.
• Harapan dari kelompok pelestarian jamu
Harapannya, supaya anak-anak muda bisa minum jamu, jamu bisa dibikin agak manis agar anak muda bisa mencicipinya, karena jamu bisa memperlancar menstruasi dan menyehatkan tubuh, adanya jamu juga biar anak-anak muda tidak tergantung dengan bahan kimia.
Penulis adalah Alisa Yuli Nur Lutfiyah, Devianti Kieara Khoirunnisa, Julia Nanda Septiani, Naysilla Alya Safitri, Silvana Febriani dan Vania Chelsia Putri